Selasa, 26 Februari 2008

World Is Flat

-Untuk semua pembaca: Kesempurnaan hanya milik Allah SWT-

Bab awal yang saya baca berisi tentang alasan mengapa Friedman membuat bukunya, mulai dari perjalanan awal, bagaimana ia bisa sampai ke pemikiran bahwa bumi ini datar hingga dilema yang ia rasa tentang perkembangan teknologi yang ada. Ia pun ingin memaparkan kalau sekarang beragam hal yang mulanya tidak bisa bahkan tak mungkin untuk dilakukan, kini menjadi sangat mungkin. Selain itu, pembagian masa globalisasi menjadi tiga pun kian memperkaya bahasan pengetahuan dalam bab ini. Pada dasarnya, dengan menulis buku ini, Friedman hanya ingin memahami lebih jauh bagaimana proses pendataran ini terjadi dan apa implikasinya untuk negara-negara, perusahan-perusahaan dan tiap individu di dunia.

Beratus tahun yang lalu, Cristhophorus Columbus menjelajahi Samudera melalui jalur yang tidak biasa, guna menjangkau daratan India. Columbus berinisiatif untuk menjelajahi lautan melalui jalur barat akibat Konstantinopel, kota yang menjadi gerbang perdagangan ke Eropa, dikuasai oleh Kekaisaran Ottoman Turki semasa Perang Salib. Dengan tujuan memperoleh metal berharga, sutera dan rempah, berlayarlah sang penemu Amerika ini dengan tiga armada: Nina, The Pinta, dan Santa Maria. Alih-alih menepi di India, pelayaran tersebut sampai ke benua baru, pada saat itu, yakni benua Amerika. Dalam laporan hasil perjalanannya kepada Sang Raja dan Ratu Spanyol saat itu, Ferdinant dan Isabella, Columbus mendeklarasikan memang ia tak pernah mencapai daratan India, akan tetapi, melalui perjalanannya, ia mampu membuktikan pada penguasa Spanyol tersebut, kalau sesungguhnya bumi yang mereka pijak selama ini berbentuk bulat.

Berabad-abad setelah pelayaran Columbus, seorang jurnalis bernama Friedman mengadakan perjalanan yang sama menuju India. Berbeda dengan Columbus yang hendak mencari metal berharga, sutera dan rempah, si jurnalis ke India guna mencari software, brainpower, pekerja berpengetahuan, call center, dan beragam hal yang terkait teknologi lain, yang menurutnya sumber kemakmuran di masa kini. Ia pun melakukan perjalanannya. Diawali dari Frankfurt, Jerman dan bermodal peta pada GPS, sampailah ia ke India. Lain halnya dengan Columbus yang tak pernah menemukan India, Friedman benar-benar sampai ke India. Dari hasil perjalanannya ke India, Friedman pun, seperti halnya Columbus, menyimpulkan sesuatu. Bila Columbus berkata bumi itu bulat maka dari perjalanannya tersebut Friedman berpendapat kalau bumi itu datar.

Mengapa ia menyimpulkan demikian? Sesampainya di India, ini merupakan perjalanan pertamanya ke India, Friedman menetap di sebuah kota yang bernama Bangalore. Betapa terkejutnya dia melihat kota yang ia inapi itu. Semua tampak berbeda dan tak seperti berada di India. Di kota tersebut ia menemukan beragam hal yang menunjukan betapa majunya kota tersebut, mulai dari restoran dunia ternama, bangunan kelas dunia hingga teknologi yang kian mempersempit jarak yang ada. Di salah satu perusahan contohnya, Infoys Technologies Limited, ia masuk ke sebuah gedung pertemuan Nandan Nilekani. Ketika duduk untuk interview, betapa terkejutnya ia melihat begitu majunya teknologi yang ada di ruang pertemuan tersebut. Salah satunya televisi layar datar yang berfungsi sebagai sarana teleconference yang menghubungkan Bangalore dengan seluruh kota di belahan dunia lain, dari London hingga San Fransisco, mulai dari New York hingga Singapur. Dari apa yang dilihatnya ini, Friedman pun lalu menyimpulkan bahwa area dunia yang disebutnya playing field mulai men-datar, di mana semua orang bisa bertemu dengan satu sama lain tanpa harus bertatap muka, dan hanya tersambung oleh apa yang disebut teknologi. Selain itu, melalui apa yang dilihatnya, ia pun bisa merasakan bahwa kini India mulai meningkatkan mutunya, baik dari pekerja, skill, dan teknologi, agar tak kalah bersaing dari negara yang lain. Hal ini semakin menambah kuat pemikirannya bahwa sekarang buni kian datar.

Melihat hal ini, perasaan Friedman bercampur aduk. Di satu sisi, Friedman terkesima dengan hal ini. Akan tetapi, ia pun diliputi rasa takut pula. Friedman terkesima karena sekarang banyak hal yang dulu tak mampu dilakukan bahkan tak mungkin dilakukan.kinmi menjadi hal yang mungkin. Contohnya, dengan melihat apa yang ia temui di Nandan, ia bisa tahu kalau sekarang, dengan teknologi, mudah sekali menyatukan tiap orang dari dunia berbeda, waktu yang berlainan, dan dari belahan bumi yang tak sama untuk bekerja dan berkompetisi bersama- dengan teleconference, e-mail, fiber optic network, dll.

Akan tetapi, seperti yang sudah disinggung di atas, muncul ketakutan tersendiri dalam diri Friedman. Secara personal, ketakutan itu muncul akibat fakta bahwa kecanggihan teknologi termasuk komputer mampu disalahgunakan oleh orang-orang ataupun kelompok yang menyalahgunakan teknologi tersebut, disini ia menyebutkan contoh seperti Al-Qaeda dan organisasi lain yang ia anggap teroris. Selain itu, secara profesional, mendatarnya bumi, menurutnya dapat berfungsi melemahkan diri manusia itu sendiri, hingga lupa dan tertidur sehingga kehilangan hal penting yang sebenarnya bisa mereka dapatkan. Disini, Friedman mencontohkan dirinya sendiri. Menurutnya sebelum peristiwa runtuhnya World Trade Center, ia memfokuskan dirinya pada hal yang berbau globalisasi. Akan tetapi, ketika peristiwa WTC terjadi, ia lalu terkesima dengan isu sentral yang ada, yakni terorisme sehingga lupa akan isu yang demula ia minati. Alhasil banyak berita tentang globalisasi yang terjadi, yang berbarengan dengan WTC runtuh dan terjadi setelahnya, terlupakan olehnya dan ia pun kehilangan banyak informasi berharga tentang globalisasi.

Melalu perjalananya pula, Friedman pun menyimpulkan ada tiga era besar globalisasi. Pertama, globalisasi 1.0. Era ini dimulai dari tahun 1492, tahun dimana Columbus melakukan pelayaran-dari dunia yang disebut Old World ke dunia yang disebut the New World- hingga tahun 1800. Globalisasi ini membuat dunia yang tampaknya begitu luas menjadi berukuran sedang. Pada tahap ini, globalisasi pun masih berkisar tentang negara dan otot. Seberapa kuat negara tersebut dan sejauh mana negara itu mampu menyebar untuk menguasai wilayah lainya. Kedua, globalisasi 2.0. Masa ini diawali dengan depresi besar dan Perang Dunia I dan II. Disini dunia yang awalnya berukuran sedang kini kian kecil, dan perusahaan multinasional menjadi pelaku dominan integrasi dunia.

Ketiga, globalisasi 3.0, yang diawai dari tahun 2000 hingga sekarang. Era ini membuat dunia yang awalnya kecil menjadi semakin sempit dan datar. Dari ketiga era globalisasi ini, menurut Friedman, ada yang unik dari glabalisasi 3.0. Menurutnya, pada era ini, dunia tak hanya semakin susut dan datar tapi juga begitu kuatnya pengaruh individual. Selain itu, gobalisasi 3.0 tidak hanya dikendarai oleh kulit putih dan pihak Barat (Eropa dan Amerika) saja. Akan tetapi, era globalisasi satu ini memungkinkan untuk semua orang dari belahan bumi manapun untuk tercebur dan bermain di dalamnya, tanpa melihat dari mana seseorang berasal dan apa warna kulit yang dimiliki.

Tidak ada komentar: