Selasa, 18 Maret 2008

Are You A Digital Pirate? (hal 1-7)

Cerita dalam buku ini bermula dari seorang anak yang bernama Daren, bukan nama sebenarnya. Ia adalah seorang mahasiswa tingkat pertama di Eastern University, dimana tiap komputer telah tersambung dengan internet berkecepatan tinggi. Pada dasarnya, ia adalah mahasiswa yang baik: Ia tinggi, berambut kriting, pakaiannya rapi, tidak bertindik dan bertato, bahkan ia punya senyum yang lugu. Di dalam kamarnya, Daren sering sekali browser beragam hal dari internet dan mengunjungi www.kaaza.com, dan seketika ia menjadi tersambung dengan cepat ke jaringan komputer di seluruh dunia.

Ya, fakta membuktikan bahwa 300 juta copi data yang ada di Kaaza- sebuah sharing software- telah di download. Sebagai partisipan dalam kazaa, mereka bisa melakukan beragam hal mulai dari pembelian dan penjualan bahkan saling berbagi apa yang mereka pakai satu sama lain, melalui situs pertukaran yang besar tersebut. Akan tetapi, dalam situs ini, tidak ada yang akan benar-benar membeli atau menjual, bahkan tidak ada perrtukaran uang secara langsung, dan tidak ada kondisi transaksi sebenarnya. Yang benar terjadi adalah kazaa merupakan pintu bagi beragam data media, yang bisa dikopi dengan gratis ke beragam komputer, yang tentunya terhubung dengan kazaa. Disini, seseorang, dan juga Daren, mampu men-download data yang mereka pilih dari komputer lain, meski tanpa izin dari yang lain.

Sebenarnya, Daren adalah mahasiswa yang baik. Bahkan ia belum pernah terkena masalah, baik masalah plagiatisme tugas kuliah ataupun menyontek. Akan tetapi, melalui kaaza ia men-download secara gratis CD band musik favoritnya tanpa izin dari perusahan musik. Dalam pikrannya meng-copy lagu dari kazaa memang salah, akan tetapi ia berdalih, hal ini merupakan kesalahan yang tak begitu besar.

Daren, sama seperti 60 juta penduduk bumi lain. Mereka adalah pembajak yang ada di era milenium digital kini. Apa yang Daren tidak tahu adalah sebenarnya idustri rekaman mungkin saja melihat apa yang ia kerjakan, merekam aktivitasnya di internet dan mempersiapkan isu apa yang seharusnya dilakukan untuk menggunakan sesuatu secara legal guna melawan Daren dan pada akhirnya memberikan informasi ini ke administrator informasi kampus di kampus Daren. Hal ini bukan saja berlaku untuk industri rekaman, Jika ia mendownload software atau film, beragam industri ini pun akan tahu apa yang ia lakukan. Dan mungkin, kita juga adalah salah satu pembajak digital, seperti apa yaang Daren lakukan.

Dalam buku ini, sebenarnya penulis ingin membuat pembacanya mengerti tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan pembajakan digital. Selain itu, ia pun ingin membantu para pembacanya mendifinisikan lagi beragam hal secara intelektual dan etik. Intinya, ia ingin memberikan beberapa masukkan tentang bagaimana tiap individu (kita) dapat bertindak untuk hal ini.

Di sisi lain, ia mencoba menjelaskan sejarah yang panjang tentang hak cipta dari tiap era, memberikan perhatian pada bagaimana era digital, tempat hidup kita sekarang, telah mengubah hakikat dan persepsi dari bahan-bahan hak cipta. Dalam buku ini akan dijelaskan beberapa contoh dan masalah yang akan dihadapi terkait dengan apa penjelasan tentang intelektual properti dan meminta pembacanya untuk merefleksikan hal ini dalam tindakannya.

Buku ini juga memaparkan kilas balik tentang sejarah hak cipta dan pro dan kontra diantara kepentingan pemilik hak cipta dan masyarakat luas, serta cara yang sesuai untuk menjadi pemain atau pengguna di dunia digital dan aturan-aturannya. Selain itu, pembaca pun juga akan diajak untuk mempelajari pengaruh ekonomi dari pembajakan, hukum yang terkait dan personal dan etika yang ada terkait dengan pembajakan. Dan fokusnya, buku ini ingin mendiskusikan kepada semua pembacanya tentang apa yang sesungguhnya terjadi sehingga kita harus menyebut tindakan ini sebagai sebuah perilaku pembajakan.

Sebelum lebih jauh ke masalah pembajakan, ada satu poin yang dibahas terlebih dahulu. Bukankah semua yang media hal cipta- buku, film, lagu, dll- merupakan properti intelektual? Lalu apakah difinsi properti intelektual sebenarnya?

Sebenarnya properti intelektual dapat didifinisikan dalam dua difinisi

1. Produk dari intelektual yang memiliki nilai komersial, termasuk properti hak cipta seperti literasi atau kerja artistik dan properti ideologi, seperti bentuk, sumber asli, metode bisnis, dan proses industri.

2. Pemilik dari ide dan pihak yang terkait (pengontrol) seluruh representasi visual dari ide-ide tersebut. Menggunakan properti intelektual dari orang lain bisa saja dikenakan biaya royalti atau permisi, tapi dengan kredit ke sumber.

Melalui difinisi ini, dapat disimpulkan bahwa properti intelektual adalah ide asli yang dipikirkan seseorang, dan kemudian direlisasikan dalam bentuk nyata, dan membuatnya menjadi barang miliknya- untuk dijual, di bagi-bagikan secara gratis, ditandai, dll.

Menurut penulis, kita semua pasti setuju bahwa pekerjaan yang original seperti yang dijelaskan di atas merupakan properti intelektual pembuatnya. Akan tetapi, di sisi lain, kita juga harus setuju bahwa 9 dari sepuluh individu di planet ini berasal dari sistem politik dan budaya yang tidak memiliki pemahaman konsep dan hukum tentang properti intelektual. Sehingga fakta yang kemudian muncul adalah banyak orang akhirnya tidak mau tahu dengan kepemilikan seseorang atas sebuah properti.

Hukum hak cipta memberi garanti, berupa hak, kepada pemiliki dari properti intelektual untuk menentukan siapa yang berhak meng-copy propertinya ini. Hak ini telah digunakan selama 300 tahun. Hak atas perlindungan ini merupakan monopoli yang digaransi oleh pemerintah. Meski demikian, hukum ini juga ternyata memiliki kelemahan yakni ia kurang memperhatikan segi semantik. Dimana hak cipta tidak memproteksi sebuah ide dan lebih memilih memproteksi hal-hal unik saja dari sebuah ide.

Contohnya, sebagai hal yang original, setelah bekerja, pembuat hak cipta lalu menyebarkan apa yang mereka buat (hasil ide) ke publik. Akan tetapi, setelah sampai ke publik, hasil kerja yang original itu di format lagi, oleh orang lain, menjadi ekspresi unik yang lain. Mungkin adalah hal yang salah jika kita mencuri dari orang lain. Akan tetapi, jika hal ini menyangkut lagu atau film atau permainan, atau piranti lunak komputer yang kita copy dari teman atau download dari internet, kita mungkin tidak akan menyadarinya. Bahkan kalaupun menyadari banyak orang akan beranggapan ini bukanlah bentuk tindakan mencuri yang sesungguhnya.

Pada intinya, ada satu hal yang bisa kita lihat bahwa ada area abu-abu antara apa yang memiliki legitimasi untuk digunakan dan apa yang tidak. Selain itu, ada area abu-abu lain antara apa yang termasuk dengan etika dan moral yang salah serta yang mana yang disebut sebagai suatu hal yang ilegal.

Tidak ada komentar: