Selasa, 11 Maret 2008

Tenaga Outsourcing Dalam Jurnalisme: Reuters di India

Review Lanjutan While I Was Sleping (hal 17-19)

Ternyata bukan hanya dunia akuntan dan radiologis saja yang memiliki para pekerja outsourcing. Akan tetapi, dunia yang digeluti Friedman pun begitu. Awalnya, ia tidak menyangka akan hal ini. Ia malah berfikir, terima kasih Tuhan, ia menjadi seorang jurnalis, dimana tidak ada tenaga kerja outsource yang dipakai dalam pekerjaannya, meski menurutnya beberapa pembacanya ingin kolomnya bisa sampai ke Korea Utara.

Semua yang dipikirkan Friedman ternyata salah. Jurnalisme sekarang juga mengenal adanya tenaga outsource. Hal ini ia temui sebagai realita, ketika ia mendapat kabar tentang operasionalisasi tabloid Reuters yang ada di India. Memang, ia tidak datang secara langsung ke Reuter India. Akan tetapi, dari pertemuannya dengan Tom Glocer, CEO dari Reuters, ia tahu bahwa hal tersebut benar-benar dilakukan. Glocer merupakan orang yang menjadi pioner dalam memasukkan tenaga outsourcing dalam elemen rangkaian supplai berita.

Dengan 2.300 jurnalis diseluruh dunia, Reuter memiliki audience yang begitu complek yang harus mereka puaskan. Ketika para konsumennya mulai perhitungan terhadap harga, Reuter pun akhirnya mulai mencari cara untuk menyelesaikan masalah biaya ini dan sekaligus sebagai langkah efisiensi mereka. Lalu muncul pertanyaan-pertanyaan. Diantaranya, dimanakah bisa menemukan orang-orang yang mampu menjadi sumber supplai berita Reuters? Dan, bisakah kita tetap bekerja secara resmi di London dan New York dan sebagian dilimpahkan ke India?

Glocer lalu mulai memperhatikan fungsi yang paling mendasar yang harus disediakan Reuters dalam pemberitaannya. Menurut Glocer, ternyata, ada beberapa hal yang mendapat perhatian khusus audience nya seperti berita tentang suatu perusahaan dan hal-hal yang terkait dengan pembangunan di bidang bisnis. Tanpa mengesampingkan pekerjaan jurnalisme, ia berpendapat, akan memakan waktu yang sangat lama, jika kita benar-benar menggunakan sistem kerja jurnalis (meliput berita, mencari komentar, dll) untuk memantau perubahan ini. Akhirnya, menurutnya, yang paling penting adalah mendapatkan berita yang paling dasar secepat mungkin. Berita ini harus diperhatikan perubahannya tiap detik dalam satu hari.

Selain itu, dunia digital dan dunia yang mulai mendatar mendorong Glocer untuk berpikir ulang bagaimana Reuters harus menyampaikan beritanya, sebaik mungkin, dimana tidak ada pengabaian pada fungsi jurnalis dan memindahkan nilai lain yang lebih rendah sebagai tambahan (berita) ke India. Selain itu, bagaimana pula mengurangi overlapping gaji yang ada di Reuter, tetapi tetap mempersembahkan karya jurnalis terbaik sebanyak mungkin.

Lalu, muncullah ide dari Glocer untuk menyewa enam reporter lokal dari Bangalore. Mereka semuanya dijadikan eksperimen, dimana mereka harus mengerjakan headline berita dengan cepat, membuat tabel, atau mengerjakan beragam pemberitaan lain yang mereka dapatkan di Bagalore. Semuanya yang disewa oleh Reuter memiliki kemampuan dan latar belakang sebagai akuntan dan mereka pun telah dilatih oleh Reuters. Meskipun demikian, mereka hanya dibayar sesuai upah standar lokal di India serta diberi jatah liburan dan asuransi kesehatan.

Ternyata apa yang dilakukan Reuter dengan memanfaatkan tenaga kerja di India ini berhasil. Menurut Glocer hal ini mungkin terjadi karena India merupakan tempat yang kaya untuk memperoleh tenaga kerja. Selain itu, kesuksesan mereka dalam menyewa orang atau pekerja ini juga tidak lepas dari kebudayaan yang ada di kota Bagalore, dimana segala sesuatu berlangsung begitu ketat. Intinya, di Bangalore terdapat satu prinsip, jika kau telat satu detik saja maka kau akan kehilangan segalanya. Melalui ini, efisiensi dapat dinikamati Reuter karena pekerja tambahan dari India ini hanya dibayar kurang dari setengah gaji yang mereka bayarkan ke pekerja sejenis di Barat.

Selain sisi ekonomis dan dunia yang kian datar yang membuat Reuter melakukan hal ini, Glocer mengatakan ini dilakukan sebagai wadah untuk orang-orang yang memang suka terhadap pekerjaan ini, meski mereka bukan jurnalis. Contohnya, jika kamu pekerja di suatu perusahan, kamu bisa sekaligus menjadi reporter Reuters, tentunya dalam membahas hal-hal yang terkait dengan perusahaan tersebut. Jadi, si jurnalis “asli” yang berada di New York ataupun London, dapat membaca apa yang kamu reportasekan dan menganalisasnya sehingga jadilah sebuah berita. Hal ini menguntungkan. Karena mereka yang yang menjadi tenaga tambahan Reuters ini tidak dibayar mahal seperti wartawan Reuters yang ada di New York atupun London. Seperti yang semula disinggung, mereka hanya dibayar seperti upah standar yang ada di India. Dan menurut Glocer, inilah fakta yang bisa dilakukan di Bangalore sekarang. Bahkan menurutnya, tenaga kerja outsource Reuters yang ada di India, terus menerus meningkat setiap tahun.

Reuters menemukan bahwa pekerja di India sangat efisien secara finansial dan memiliki kinerja kerja yang tinggi. Selain India, Reuters pun membuka hal yang serupa di Bangkok, Thailand, karena menurut mereka tempat ini merupakan daerah yang tepat untuk merekrut pekerja sebagaimana yang mereka lihat di Bangalore.

Tidak ada komentar: